Sumber Informasi - Bayi membutuhkan nutrisi yang komplet agar dapat
tumbuh dengan optimal, baik pola pikirnya maupun perilakunya. Nah, zat besi
sangat diperlukan oleh bayi, terutama bayi yang lahir dengan berat rendah
karena dapat mempengaruhi psikologis dan perilakunya.
Bayi yang lahir dengan berat badan yang rendah, cenderung
kekurangan zat besi. Sehingga bayi membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk
mengejar ketertinggalan pertumbuhan seperti bayi dengan berat badan sehat
lainnya yang telah menyimpan lebih banyak nutrisi.
Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Staffan Berglund, ilmuwan
dari Swedia, yang melibatkan 285 bayi yang lahir dengan berat antara 2 hingga 4
kg. Ketika bayi berusia enam minggu, para peneliti melakukan uji zat besi pada
bayi dan rutin melakukan pengujian setiap 6 bulan sekali.
Pada saat bayi berusia tiga setengah tahun, tim peneliti
melakukan tes IQ pada bayi dan melakukan survei pada orang tua masing-masing
bayi tentang bagaimana cara merawat bayinya. Para peneliti membandingkan
anak-anak yang lahir dengan berat badan rendah dan mendapat asupan zat besi,
yang tidak mendapat zat besi, dan bayi dengan berat lahir normal.
Ternyata perbedaan IQ tidak didasarkan pada berat lahir bayi
dan asupan zat besi, tetapi peneliti menemukan hal yang cukup mengejutkan
dimana bayi dengan berat lahir rendah dan kekurangan zat besi memiliki lebih
berisiko mengembangkan masalah perilaku, seperti yang dilaporkan oleh orang
tuanya.
Masalah-masalah perilaku tersebut termasuk masalah
pengelolaan reaksi emosional, kecemasan, depresi, masalah tidur, serta
kesulitan memusatkan perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa kekurangan zat besi
pada masa bayi mungkin menjadi penyebab langsung dari masalah perilaku yang dialami
oleh anak di kemudian hari.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics
edisi Senin (10/12), seperti dikutip dari Reuters, Selasa (11/12/2012).
"Untuk mencegah risiko masalah kesehatan di kemudian
hari yang terjadi karena kurangnya zat besi, anak mungkin memerlukan suplemen
zat besi," kata Dr Magnus Domellof, dari Umea University yang terlibat
dalam studi tersebut.